KATA PENGANTAR
Segala puji hanya
milik Allah S.W.T. Shalawat dan salam selalu
tercurahkan kepada Rasulullah S.A.W. Berkat limpahan dan
rahmat-Nya penyusun mampu menyelesaikan tugas makalah
ini guna memenuhi tugas mata kuliah.
Dalam penyusunan
tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi. Namun
penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain
berkat bantuan teman-teman.
Makalah ini yang mengenai “
Perbedaan jarimah hudud, qishash,
kafarat ” disusun agar
pembaca dapat memperluas ilmu pengetahuan, yang kami sajikan berdasarkan
pengamatan dari berbagai sumber informasi, referensi. Makalah ini di susun oleh
penyusun dengan berbagai rintangan.
Semoga makalah ini
dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan pemikiran kepada
pembaca khususnya para mahasiswa/i dan. Kami sadar bahwa makalah ini masih
banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu, kepada dosen
pembimbing kami meminta masukannya demi perbaikan
pembuatan makalah kami di masa yang
akan datang dan mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca.
Desember
2017
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................... i
DAFTAR ISI...................................................................................................... ii
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang........................................................................................ 1
B. Rumusan
Masalah................................................................................... 2
C.
Tujuan...................................................................................................... 2
BAB
II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
jarimah hudud........................................................................ 3
1. Pengertian
hudud.............................................................................. 5
B. qishas....................................................................................................... 7
1. macam
– maccm qishas...................................................................... 8
2. syarat
qishas....................................................................................... 9
C. hubungan antara kaitan qishas dengan hudud......................................... 9
D. kafarat
................................................................................................... 10
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
........................................................................................... 11
B.
Saran...................................................................................................... 12
DAFTAR
PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Hudud, qishash dan ta’zir adalah
cabang dari ilmu fiqih, yang merupakan syariat Islam yang bersumber dari
Al-Qur’an dan hadits rasulullah SAW. Jarimah hudud adalah suatu jarimah yang
bentuknya telah dientukan syara sehingga terbatas jumlahnya. Selain ditentukan
bentuknya (jumlahnya), juga ditentukan hukumannya secara jelas, baik melalui
Al-Qur’an maupun As-Sunnah. Lebih dari itu, jarimah ini termasuk dalam jarimah
yang menjadi hak Tuhan. Jarimah-jarimah yang menjadi hak Tuhan, pada prinsipnya
adlah jarimah yang menyangkut masyarakat banyak, yaitu untuk memelihara
kepentingan, ketentramana, dan keamanan masyarakat
Hudud adalah bentuk jama’ dari kata
hadd yang berarti mencegah. Disebut hudud karena hukuman itu dapat mencegah
terjadinya perbuatan yang mengakibatkan jatuhnya hukuman.
Berbicara mengenai fiqih, maka kita
akan menemukan banyak sekali perbedaan-perbedaan pendapat dikalangan ulama
dalam mengungkapkan hasil penelitiannya yang secara fundamental dapat mengubah
cara pandang kita terhadap islam. Sehingga sangat penting bagi kita untuk
menambah wawasan pengatahuan dalam hal tersebut dengan cara mencari data-data
yang akurat (valid) termasuk dengan menyusun makalah ini.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa
yang dimaksud dengan Jarimah Hudud?
2.
Apa
yang dimaksud dengan qishash?
3.
Dan
apa yang dimaksud dengan kafarat?
C.
Tujuan
Penulisan
Tujuan kami menulis makalah ini
adalah untuk menambah pengetahuan dan pemahaman kita semua tentang syariat
Islam, khususnya tentang hudud, qishash dan Kafarat.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Jarimah Hudud
Jarimah hudud adalah suatu jarimah
yang bentuknya telah dientukan syara sehingga terbatas jumlahnya. Selain
ditentukan bentuknya (jumlahnya), juga ditentukan hukumannya secara jelas, baik
melalui Al-Qur’an maupun As-Sunnah. Lebih dari itu, jarimah ini termasuk dalam
jarimah yang menjadi hak Tuhan. Jarimah-jarimah yang menjadi hak Tuhan, pada
prinsipnya adlah jarimah yang menyangkut masyarakat banyak, yaitu untuk
memelihara kepentingan, ketentramana, dan keamanan masyarakat. Oleh karena itu,
hak Tuhan identik dengan hak jamaah atau hak masyarakat, maka pada jarimah ini
tidak dikenal pemaafan atas perbuat jarimah, baik oleh perseorangan yang
menjadi korban jarimah (mujnaa alaih) maupun oleh negara.
Hukuman jarimah ini sangat jelas
diperuntukkan bagi setiap jarimah. Karena hanya ada satu macam hukuman untuk
setiap jarimah, tidak ada pilihan hukuman bagi jarimah ini dan tentu saja tidak
mempunyai batas tertinggi maupun terendah seperti layaknya hukuman yang lain.
Dalam pelaksanaan hukuman terhadap
pelaku yang telah nyata-nyata berbuat jarimah yang masuk ke dalam kelompok
hudud tentu dengan segala macam pembuktian, hakim tinggal melaksanakannya apa
yang telah ditentukan syara. Jadi, fungsi hakim terbatas pada penjatuhan
hukuman yang telah ditentukan, tidak berijtihad dalam memilih hukuman.
Karena beratnya sanksi yang akan diterima si terhukum kalau dia memang
bersalah melakukan jarimah ini, maka penetapan asas legalitas bagi pelaku
jarimah ini harus ekstrahati-hati, ketat dalam penerapannya serta tidak ada
keraguan sedikitpun bagi hakim dalam penrapannya. Mengapa harus demikian?
Karena sanksi jarimah hudud menyangkut hilangnya nyawa atau hilangnya anggota
badan si pembuat jarimah. Dengan demikian, kesalahan vonis, kesalahan dalam
menentukan jarimah akan menimbulkan dampak yang buruk.
Para ulama membuat kaidah dalam menghadapi kasus-kasus yang
termasuk kelompok hudud, yaitu:
Artinya:
“Kesalahan dalam memaafkan bagi
seorang imam lebih baik daripada kesalahan dalam menjatuhkan sanksi.”
Oleh karena itu, kalau terjadi keraguan, ketidakyakinan, kekurangan
bukti, dan sebagainya, hindarilah penjatuhan hudud tersebut, seperti disebutkan
kaidah berikut :
Artinya:
“Hindarilah hukuman had (hudud) kaena ada keraguan (syubhat).”
Adapun jarimah yang termasuk dalam
kelompok hudud menurut, para ulama, ada tujuh macam jarimah, yaitu perzinahan,
qadzaf atau (menuduh orang berzina), asyrib atau minum-minuman keras, sariqah
atau pencurian, hirabah atau pembegalan, al baghyu atau pemberontakan, dan
riddah atau keluar dari agama Islam.
1.
Pengertian
Hudud
Hudud adalah bentuk jama’ dari kata
hadd yang berarti mencegah. Disebut hudud karena hukuman itu dapat mencegah
terjadinya perbuatan yang mengakibatkan jatuhnya hukuman.
Adapun menurut syara’, hudud adalah
hukuman yang terukur atas berbagai perbuatan tertentu, atau hukuman yang telah
dipastikan bentuk dan ukurannya dalam syariat, baik hukuman itu karena
melanggar hak Allah maupun merugikan hak manusia[1].
a)
Macam-Macamnya
Hudud dibagi menjadi enam, yaitu:
1) Zina dan liwâth
(homoseksual dan lesbian);
Hadd zina ada dua macam, hukuman cambuk
disertai pengasingan dan hukuman rajam (dilempari batu sampai mati). Jika
pelaku zina seorang perawan atau perjaka bukan muhshan (sudah menikah), dan
orang merdeka, haddnya berupa cambuk sebanyak seratus kali sesuai dengan firman
Allah: “Deralah masing-masing dari keduanya seratus kali” (QS. An-Nuur: 2),
dan di asingkan selama setahun, ketentuan pengasingan ini sesuai dengan hadits
Nabi: “Perzinaan yang dilakukan oleh lelaki perjaka dengan wanita perawan
(Gadis) hukumannya seratus kali deraan dan dibuang selama setahun” (Hr.
Muslim)[2].
Sedangkan jika perzinaan itu dilakukan oleh wanita yang telah
menikah (muhshan), maka hadd atas kedua pelakunya adalah dirajam sampai mati.
2) Al-Qadzaf (menuduh zina
orang lain);
Sanksi bagi pelaku qadzaf adalah cambuk
80 kali, sesuai dengan ketentuan Al-Qur’an: “....maka deralah mereka delapan
puluh kali” (QS. An-Nuur: 4)
3) Minum khamr
Peminum khamr dijatuhi sanksi cambuk
sebanyak 40 kali dan boleh dilebihkan dari jumlah itu.
4) Pencurian
Tindak pencurian dikenai sanksi
potong tangan jika telah memenuhi ‘syarat syarat pencurian’ yang wajib dikenai
potong tangan. Adapun jika pencurian itu belum memenuhi syarat, pencuri tidak
boleh dikenai sanksi potong tangan. Misalnya, orang yang mencuri karena kelaparan,
mencuri barang-barang milik umum, belum sampai nishâb (1/4 dinar), dan lain
sebagainya tidak boleh dikenai hokum potong tangan.
5) Murtad
Pelaku murtad dikenai hukuman mati
jika tidak mau bertobat dan kembali ke pangkuan Islam dalam tenggat waktu
tertentu. Hanya saja, syariah tidak membatasi tenggat waktu yang diberikan
kepada si murtad untuk kembali kepada Islam. Pelaku tindak hirâbah (pembegalan)
diberi sanksi berdasarkan tindak kejahatan yang ia lakukan. Jika mereka hanya
mengambil harta saja, hukumannya adalah dipotong tangan kanan dan kaki kiri.
Jika mereka hanya menebar teror dan ketakutan saja, dikenai hukuman pengasingan
(deportasi ke tempat yang jauh). Jika mereka melakukan pembunuhan saja,
sanksinya hukuman mati.
6) Hirabah atau bughat.
Pelaku bughât (memberontak)
diperangi sampai mereka kembali ke pangkuan Islam atau ke pangkuan Khilafah
yang sah. Hanya saja, perang melawan pelaku bughât berbeda dengan perang
melawan orang kafir. Perang melawan pelaku bughât hanyalah perang yang bersifat
edukatif, bukan jihad fi sabilillah. Oleh karena itu, pelaku bughât tidak boleh
diserang dengan senjata pemusnah massal atau serbuan nuklir dan roket; kecuali
jika mereka menggunakan arsenal seperti ini. Jika mereka melarikan diri dari
perang, mereka tidak boleh dikejar dan ditumpas sampai habis. Harta mereka
tidak boleh dijadikan sebagai ghanîmah.
B.
Qishash
Qishash
adalah istilah dalam Hukum Islam yang berarti pembalasan, mirip dengan istilah
"hutang nyawa dibayar nyawa". Dalam kasus pembunuhan hukum qisas
memberikan hak kepada keluarga korban untuk meminta hukuman mati kepada
pembunuh.
Dasarnya adalah: "Hai
orang-orang yang beriman diwajibkan bagi kamu qishash atas orang-orang yang
dibunuh. Orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita
dengan wanita. Barangsiapa mendapat ma'af dari saudaranya, hendaklah yang
mema'afkan mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma'af)
membayar (diat) kepada yang memberi ma'af dengan cara yang baik,” (QS.
Al-baqarah : 178)
"Dan Kami tetapkan atas mereka
di dalamnya (Taurat) bahwa jiwa dibalas dengan jiwa, mata dengan mata, hidung
dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka luka pun ada
Qisasnya. Barangsiapa yang melepaskan hak Qisas, maka melepaskan hak itu jadi
penebus dosa baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang
diturunkan Allah, maka mereka adalah orang-orang yang zalim."(QS.
Al-Maaidah: 45)
Meski demikian dikatakan Al Qur'an
bila hak qishash dilepaskan oleh korban maka itu menjadi penebus dosa bagi
mereka. Keluarga korban dapat memaafkan pembunuh dan meminta penebus dalam
bentuk materi.
Hukuman qishash adalah sama seperti
hukuman hudud juga, yaitu hukuman yang telah ditentukan oleh Allah di dalam
Al-Qur’an dan Al-Hadits. Hukuman qishash ialah kesalahan yang yang di kenakan
hukuman balas. Membunuh dibalas dengan bunuh (nyawa dibalas dengan nyawa),
melukakan dibalas dengan melukakan, mencederakan dibalas dengan mencederakan.
1.
Macam-Macamnya
Qishash ada 2 macam :
a)
Qishash
jiwa, yaitu hukum bunuh bagi tindak pidana pembunuhan.
b)
Qishash
anggota badan, yakni hukum qishash atau tindak pidana melukai, merusakkan
anggota badan, atau menghilangkan manfaat anggota badan.
2. Syarat-Syarat Qishash
1.
Pembunuh
sudah baligh dan berakal (mukallaf). Tidak wajib bagi anak kecil atau orang
gila, sebab mereka belum dan tidak berdosa.
2.
Pembunuh
bukan bapak dari yang terbunuh. Tidak wajib qisas bapak yang membunuh anaknya.
Tetapi wajib qishash bila anak membunuh bapaknya.
3.
Orang
yang dibunuh sama derajatnya, Islam sama Islam, merdeka dengan merdeka,
perempua dengan perempuan, dan budak dengan budak.
4.
Qishash
dilakukan dalam hal yang sama, jiwa dengan jiwa, anggota dengan anggota,
seperti mata dengan mata, telinga dengan telinga.
5.
Qishash
itu dilakukan dengan jenis barang yang telah digunakan oleh yang membunuh atau
yang melukai itu.
6.
Orang
yang terbunuh itu berhak dilindungi jiwanya, kecuali jiwa orang kafir, pezina
mukhshan, dan pembunuh tanpa hak. Hal ini selaras hadits rasulullah, ‘Tidakklah
boleh membunuh seseorang kecuali karena salah satu dari tiga sebab: kafir
setelah beriman, berzina dan membunuh tidak dijalan yang benar/aniaya’ (HR.
Turmudzi dan Nasaâi’)
7.
Pembunuhan
olah massa / kelompok orang. Sekelompok orang yang membunuh seorang harus di
qisas, dibunuh semua.
C.
Hubungan
Kaitan Antara Qishash Dengan Hudud
Hudud menurut banyak ulama sebagai:
عقوبة مقدرة وجبت
حقا لله تعالى
Hukuman yang ditetapkan Allah dan diwajibkan untuk memenuhi hak
Allah.
Hubungan antara qishash dan hudud
adalah sama sama sama dengan bentuknya atas perbuatan jinayah. Namun perbedaan
antara keduanya jelas, yaitu qishash itu merupakan hak atas dilanggarnya hak
manusia atau hak orang lain, sementara hudud secara umum adalah hak atas
dilanggarnya hak Allah SWT.
Contoh qishash adalah potongannya
tangan akibat kejahatannya karena dia telah memotong tangan orang lain,
sementara contoh hudud adalah tangan pencuri yang layak pakai pencurian.
D.
Kafarat
Telah diuraikan
tentang kewajiban orang yang membunuh orang, yaitu menyerah agar ia dibunuh
pula, atau membayar diyat, atau dibebaskan. Selain itu ia wajib juga membayar
kafarat, yaitu memerdekakan budak, kalau tidak mampu memerdekakan budak atau
hamba, misalnya keadaan sekarang yang tidak ada lagi hamba, maka ia wajib puasa
dua bulan berturut-turut.
Firman ALLAH SWT:
“Dan barang siapa membunuh seorang
mukmin karena tersalah ( tidak sengaja ), hendaklah ia memerdekakan seorang
hamba sahaya yang beriman.”Sampai pada firman Allah , “Barang siapa yang tidak
memperolehnya, maka hendaklah ia (si pembunuh ) berpuasa dua bulan
berturut-turut sebagai cara taubat kepada Allah.”(An-Nisa:92).
Demikian penjelasan singkat terkait
tiga istilah dalam hukum Islam, semoga bermanfaat.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Hudud adalah bentuk jama’ dari kata
hadd yang berarti mencegah. Disebut hudud karena hukuman itu dapat mencegah
terjadinya perbuatan yang mengakibatkan jatuhnya hukuman.
Jarimah hudud adalah suatu jarimah
yang bentuknya telah dientukan syara sehingga terbatas jumlahnya. Selain
ditentukan bentuknya (jumlahnya), juga ditentukan hukumannya secara jelas, baik
melalui Al-Qur’an maupun As-Sunnah.
Telah diuraikan tentang kewajiban
orang yang membunuh orang, yaitu menyerah agar ia dibunuh pula, atau membayar
diyat, atau dibebaskan. Selain itu ia wajib juga membayar kafarat, yaitu
memerdekakan budak, kalau tidak mampu memerdekakan budak atau hamba, misalnya
keadaan sekarang yang tidak ada lagi hamba, maka ia wajib puasa dua bulan
berturut-turut.
Qishash adalah istilah dalam Hukum
Islam yang berarti pembalasan, mirip dengan istilah "hutang nyawa dibayar
nyawa". Dalam kasus pembunuhan hukum qisas memberikan hak kepada keluarga
korban untuk meminta hukuman mati kepada pembunuh adalah suatu jarimah yang
diancam dengan hukuman ta’zir, pelaksanaan hukuman ta’zir, baik yang jenis
larangannya ditentukan oleh nas atau tidak, baik perbuatan itu menyangkut hak
Allah ataupun perorangan, hukumannya diserahkan sepenuhnya kepada penguasa.
Hubungan antara qishash dan hudud
adalah sama sama sama dengan bentuknya atas perbuatan jinayah. Namun perbedaan
antara keduanya jelas, yaitu qishash itu merupakan hak atas dilanggarnya hak
manusia atau hak orang lain, sementara hudud secara umum adalah hak atas
dilanggarnya hak Allah SWT.
B.
Saran
Karena keterbatasan pengetahuan
kami, sehingga makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu bagi
teman-teman yang ingin lebih memahami syariat Islam, khususnya tentang masalah
hudud, qishash dan kafarat kami sarankan untuk bertanya langsung pada para
ulama atau mencarinya dari sumber-sumber lain seperti buku atau kitab-kitab
fiqih Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Zuhaili, Wahbah. 2010. Fiqih Imam Syafi’i, Terjemahan. Jakarta:
Almahira.
[1] Prof. Dr. Wahbah Zuhaili. Fiqih Imam Syafi’i, Terjemahan.
(Jakarta: Almahira. 2010) hlm.259
[2] Ibid. Hlm.265
http://www.mustanir.com/persamaan-dan-perbedaan-antara-qishash-jinayat-dan-hudud/ akses tanggal 10/12/2017. Pukul 08.00 WIB
Download Di sini
Download Di sini
No comments:
Post a Comment